Pembahasan tentang Colombus syndrome mulai menghangat sejak adanya gerakan penolakan perayaan Colombus Day di Amerika Serikat dan beberapa negara di Amerika bagian Utara. Columbus Day adalah hari untuk memperingati ekspedisi yang dipimpin oleh Christopher Colombus. Ekspedisi yang membawanya pada apa yang diyakini sebagai penemuan benua baru dan tempat-tempat tak terpetakan sebelumnya versi Colombus.
Columbus selama berabad-abad menjadi ikon dari
penjelajahan yang berhasil dan terbentuknya koloni baru. Koloni baru yang
kemudian mengklaim diri sebagai pemilik tanah yang baru ditemukan tersebut. Perayaan Hari Colombus selain dilaksanakan di AS juga dapat
ditemui di negara-negara yang dijelajah atau dijajah oleh Spanyol seperti
Venezuela, Uruguay dan Kolumbia. Belakangan banyak masyarakat di negara-negara
tersebut mempertanyakan patut tidaknya Hari Columbus tetap ada. Mengingat bermunculannya
kesadaran baru mengenai sosok Colombus dan fakta sejarah yang menyertainya.
Fakta bahwa Colombus telah salah mengenali Amerika Serikat
sebagai India. Dan yang lebih berat dari kekeliruan itu, adalah tindakan
Colombus (atau lebih tepatnya Spanyol) yang melakukan pengakuan atas tanah yang
sesungguhnya bertuan. Benua Amerika bukanlah lahan kosong tak bertuan. Sudah ada
penduduk asli di sana. Penduduk asli yang setelah kedatangan Colombus tidak
pernah menjadi tuan di rumahnya sendiri lagi. Belum lagi metode yang dilakukan
Colombus dan penerusnya dalam mengakuisisi tanah ‘baru’ tersebut. Penuh dengan
tindakan yang di era modern sudah tidak bisa diterima lagi atas nama apa pun.
Colombus syndrome sendiri merupakan istilah yang merujuk
pada kegagalan Colombus dalam mengenali India, alih-alih Amerika. Juga bahwa
Colombus mengklaim menemukan sesuatu yang sebetulnya tidak perlu ditemukan
karena memang sudah jelas keberadaanya dari dahulu. Bahwa dia tidak mengetahui
keberadaan itu, merupakan hal yang berbeda. Seperti orang non-native yang
merasa menemukan species baru, padahal bagi orang setempat mereka sudah
mengenal species itu sudah sejak dahulu.
Di dunia berkarya cipta, Colombus syndrome juga dikenal.
Dimana pembuat karya merasa dia menemukan sesuatu yang baru dan mengklaim itu
sebagai hasil ciptaannya tanpa melakukan telaah ulang. Misal seorang desainer
produk mengklaim telah menemukan cara membawa telur dengan aman menggunakan
sistem keranjang bersusun dengan bahan nylon. Klaimnya ini bisa menjadi sesuatu
yang tidak tepat jika dia mengunakan kata ‘temuan baru’ yang setara dengan
istilah ‘invention’. Karena itu
berarti dia menemukan sesuatu yang benar-benar tidak ada sebelumnya. Tidak
terpetakan dalam sejarah. Padahal, ternyata orang zaman dahulu telah melakukan
yang desainer itu lakukan hanya dengan menggunakan material yang berbeda.
Karena zaman dahulu belum ada jaring, maka yang digunakan adalah jalinan daun
kelapa. Maka dalam hal ini kata yang tepat digunakan adalah inovasi. Bukan
menemukan, melainkan memodifikasi menjadi lebih baik.
Menjadi original dengan ciptaan sendiri menjadi semakin
sulit ketika usia peradaban manusia makin tua. Secara logika, semakin lama
masyarakat hadir maka dengan sendirinya semakin banyak pula temuan-temuan yang
telah dilakukan. Generasi selanjutnya bisa dibilang hanya menyempurnakan atau
mengaplikasikan dengan kebaruan
Mengingat hal tersebut, penting bagi siapa pun yang sekarang
sedang membuat karya untuk menghindari Colombus syndrome. Untuk menghindari
ketergesaan merasa menemukan sesuatu, padahal orang lain telah menemukan
terlebih dahulu hanya belum diketahui oleh kebanyakan orang. Untuk lebih mawas
diri dan menggunakan istilah menemukan seperti halnya kita menemukan jejak langkah
orang sebelum kita. Bahwa sebagian besar
dari pembuat karya sebenarnya pengumpul artefak budaya masyarakat sebelumnya.
Pengkoleksi memori masyarakat. Originalitas bukan lagi terletak pada kalimat ‘saya yang menemukan pertamakali’, melainkan
pada bagaimana menyajikan temuan itu sebagai sesuatu yang terbarukan. Sesuatu
yang mewakili pembuatnya, yang tidak akan salah dikenali sebagai milik orang
lain.
Sebuah illustrasi dari dosen saya dahulu tentang Colombus
syndrome dalam dunia penciptaan. Seorang pencipta yang mengalami syndrome ini
bagai seekor semut yang terpisah dari kelompoknya. Dia berada di kaki gunungan
gula putih untuk pertama kalinya. Dia berteriak dengan senangnya, aku menemukan
gula putih. Setiap dia bergerak dia semakin takjub dengan gula putih yang
mengkristal dan manis itu. Dia berteriak, aku benar-benar menemukan sesuatu.
Hingga sampai di puncak, dia melihat kelompok semut yang beruntai rapi di sisi
lain gunungan gula itu. Dia baru
tersadar, dia hanya menemukan hal baru bagi dirinya, tapi bukan bagi orang
lain.
#30DWC#30DWCjilid11#day16
Komentar
Posting Komentar