Menulis; Mengenali Diri








Kemampuan berbahasa merupakan fondasi untuk kemampuan berlogika yang baik.  Terdapat relasi yang kuat antara pola yang dimiliki bahasa dengan terbangunnya nalar seseorang. Sehingga tak heran jika kita bisa menduga cara berfikir seseorang dari bagaimana dia mengungkapkan pendapatnya secara lisan maupun tulisan.

Berlatih menulis bagi saya seperti latihan untuk merapikan cara berfikir. Cara saya memandang permasalahan, dan mencerna keadaan di sekitar.  Menata cara menyampaikan apa yang terlintas di pikiran ke dalam kalimat-kalimat yang tepat. Sehingga lintasan pikiran itu tidak hanya menjadi milik saya pribadi, melainkan cukup pantas untuk dapat dinikmati oleh orang lain. Menjadi sebuah nilai tambah jika kemudian ternyata tulisan itu bisa juga menggugah pemikiran orang lain.

Saat di awal mengikuti tantangan menulis selama 30 hari ini, target saya sangatlah sederhana. Saya hanya ingin tuntas melaluinya agar saya memiliki kebiasaan menulis yang baik. Tidak terlalu memikirkan hal lain di luar itu. Bagi saya, ini sebuah janji antara diri saya dengan saya sendiri. Bukan terhadap mentor maupun sesama peserta, atau orang-orang yang kebetulan melihat deklarasi saya di awal tantangan.  Ini sebuah proyek egois untuk menyembuhkan diri. Just me and myself.

Dalam perjalanannya, saya menemukan bahwa menulis menjadi cara untuk mengenal diri sendiri lebih baik. Bahwa tulisan yang terpampang di layar laptop itu adalah refleksi diri saya. Nilai-nilai saya. Concern dan ketertarikan saya. Semua tergambar di sana. Ada saat menyenangkan, ketika saya mengenali diri saya di dalam tulisan yang berhasil saya rampungkan.  Saya selalu bisa mengenali diri saya di sana, karena saya tidak berusaha menjadi orang lain. Tidak memilih kata-kata sulit hanya untuk memukau. Tidak pula merasa harus menjadi sempurna. Saat ini saya hanya ingin menikmati merangkai kalimat yang sepenuhnya saya pahami.  Bertutur dengan cara saya sendiri.

Meski tidak semua orang memiliki materi dasar untuk menjadi seorang penulis handal, setidaknya saya berharap saya tidak berhenti menulis.  Saya akan terus menulis untuk kebahagiaan jiwa , kualitas nalar dan bahasa. Sehingga walaupun mungkin saya tidak bisa bertutur untuk dunia, saya dapat bertutur untuk anak-anak saya. Meskipun mungkin tidak ada buku yang bisa saya hasilkan, saya dapat menggambarkan indahnya menulis kepada anak-anak saya kelak.

 Menulis bukan hanya untuk memanjakan rasa sedih atau gundah, tapi juga menajamkan logika. Bahwa banyak yang bisa dibicarakan selain rasa cinta yang terpatahkan atau sekedar rindu yang tidak ada artinya. Menulis dapat membuatmu sadar bahwa pikiran manusia adalah karunia yang luar biasa dari Tuhan. Maka rayakanlah karunia itu.


#30DWC#30DWCjilid11#day30


Komentar