Manusia dan semesta, bagaikan air dan belanga keramik yang
mewadahinya. Ketika belanga itu bergetar, maka air meresonansikan frekuensinya.
Wadah dan isi yang tidak terpisahkan. Apa pun yang diberikan alam, manusia
memiliki naluri dasar untuk meresponnya. Naluri dasar bahwa ada kekuatan besar
yang melampaui kekuatan manusia. Sebelum mengenal Tuhan, manusia mengenal alam
sebagai ciptaan-Nya. Apa-apa yang dihadirkan oleh alam adalah perpanjangan
tangan dari yang Maha.The devine. The sacred (sakral).
Sehingga wajar manusia yang hidup di tatar duniawi (profan) bergetar hatinya melihat gunung yang
menjulang perkasa, samudera yang menggelora, matahari yang panasnya
menghidupkan maupun mematikan, atau rembulan dan bintang yang menjadi penerang
malam sebelum manusia mengenal cahaya lain. Atau pun saat manusia melihat
arak-arakan awan dan hujan yang menyertainya. Semua yang datang dari luar diri dan
di luar kendali manusia, selalu menggetarkan hati.
Berbagai objek dan fenomena alam memiliki tempat yang istimewa dalam peradaban
manusia. Sebelum manusia mengenal ilmu dan teknologi yang dapat menjelaskannya,
manusia menggambarkan mereka melalui cerita dan mitos. Hujan merupakan salah
satu fenomena alam yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Karena unsur
airnya yang menjadi sumber kehidupan, karena wujudnya yang intens menyentuh
manusia, ataupun karena dia datang dengan suara. Hujan tidak membisu seperti
cahaya matahari atau arak-arakan awan. Tetes-tetes air yang besuara saat
menyentuh permukaan bumi, menyadarkan manusia akan kehadirannya.
Pada masyarakat lama, salah satunya masyarakat peladang di
Indonesia, hujan memegang peranan penting. Bagaimana tidak, terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan air ladang mereka sepenuhnya bergantung pada hujan. Mereka
tidak menggunakan irigasi untuk merekayasa pengairan. Sehingga tidak heran jika
terdapat berbagai ritual untuk menyambut atau memohon agar hujan datang.
Seperti yang dapat dilihat pada tarian Sintren dari Cirebon , tarian Gundala-Gundala
dari Karo, atau tradisi Basimbua di Solok. Semuanya adalah upaya untuk membuat
hujan yang diberikan oleh yang sakral (the
sacred) untuk turun menyentuh bumi yang fana atau profan (the profane). Dengan sendirinya
datangnya hujan dapat dimaknai sebagai turunnya berkah, rezeki, persetujuan
dari yang Kuasa, dan tentunya hujan berarti keberlangsungan hidup umat manusia.
Di masa modern saat teknologi dan pengetahuan telah maju,
fenomena alam termasuk hujan dijelaskan dengan ilmiah. Tidak perlu lagi konotasi dan mitos
untuk menggambarkannya. Agama modern pun memberi tuntunan untuk lebih mengenal sang pencipta fenomena alam, daripada memuja
fenomena alam itu sendiri. Tapi itu tidak menghilangkan hujan sebagai sesuatu
yang diturunkan dari atas untuk menyentuh mereka yang hidup di bumi. Bukankah dalam agama Islam juga dijelaskan
tentang malaikat yang khusus diutus Allah swt untuk menebarkan rezeki di muka
bumi, dengan hujan sebagai contoh yang kerap disebutkan.
Dengan segala kedekatannya itu, mungkin tidak aneh jika
hujan masih memberi kita vibe tertentu.
Di tengah kehidupan modern yang makin padat seakan tak berjeda, saat hujan
turun ada rasa yang berbeda. Mungkin karena derasnya, karena halilintar yang
mengiringinya, atau justru derainya yang ringan di saat hadir sebagai gerimis. Seperti denyut jangtung manusia, yang kadang
tenang dan kadang berpacu. Satu hal, saat hujan tiba bisa menjadi saat kita
melihat kembali alam yang sedang beresonansi dengan makhluk di dalamnya. Dan
kita membalasnya dengan rasa. Kita
membalasnya dengan doa, karena saat hujan termasuk saat yang baik untuk berdoa.
Bersyukur karena alam masih beresonansi dengan harmonis.
Bahwa belanga keramik itu masih bergetar dengan lembut melindungi air di
dalamnya. Dan kita tak pernah tahu, mungkin belanga itu akan bergetar sangat
kuat hingga airnya tertumpah. Mungkin di saat kita hanya memaknai hujan
sebagai latar indah untuk memanjakan rasa yang berkutat di hal yang fana. Di
saat itu, hujan mungkin akan datang dalam bentuk yang menghapuskan kehidupan.
Saya suka...saya suka
BalasHapusMakasih ka Villia.. saya masih belajar. Silahkan baca tulisan saya yang lain kalau berkenan. Masukannya sangat berarti
Hapus