Setiap tindakan dan pemikiran yang dilakukan dan dihasilkan
oleh manusia memerlukan sebuah alasan. Alasan untuk keberadaannya. Dan alasan
atau penyebab itu harus bisa dipahami dengan baik agar tindakan dan pemikiran
tersebut tidak hilang makna.
Melakukan hal penting dalam hidup kita seharusnya dilakukan
seperti kita sedang jatuh cinta dengan seseorang. Ketika kita jatuh cinta
dengan seseorang, maka kita bisa menggambarkan dengan detil setiap sisi dan
sifat dari orang tersebut. Tanpa merasa bosan, tanpa merasa kehabisan kata.
Sehingga orang lain yang mendengar gambaran kita tentang dia akan mengerti
mengapa kita mencintai orang tersebut. Jika kita tidak mampu melakukan itu,
maka kita tidak sedang benar-benar jatuh cinta. Atau cinta itu telah hilang
dari diri kita.
Hal tersebut tidak hanya berlaku untuk hal yang terlihat
rumit atau ilmiah seperti sebuah tugas akhir kuliah maupun tesis dan disertasi.
Karena hal yang tampak sederhana pun
bisa berarti penting. Cukup penting untuk diingat alasan yang mendorong kita
melakukannya.
Menjadi seorang istri
dan kemudian seorang ibu bagi sebagian orang mungkin sebuah peran otomatis. Yang
disandang setelah menjadi istri seseorang dan memiliki seorang anak. Tapi tidak
semua orang memahami alasan dirinya menjadi seperti yang sedang dijalani. Seperti misalnya alasan yang sesungguhnya ketika seorang wanita
memilih untuk menjad ibu purna waktu. Melepaskan kemungkinan karir dan lingkaran
pergaulan yang terbuka di luar pintu rumahnya.
Tanpa merengkuh sepenuh hati alasan atas pilihannya, wanita
itu mungkin hanya akan melihat dirinya hilang. Hilang sebagai individu yang
sebelumnya ada. Sebelum dia menjadi istri seseorang atau ibu seseorang. Hilang
identitas karena dirinya dipanggil dengan nama suaminya atau nama anaknya.
Hingga mungkin dia merasa, dia sudah hilang sebagai individu tanpa kedua subjek
utama itu. Rasa hilang yang sangat esensial. Kehilangan yang sama menyiksanya
dengan kehilang yang bersifat fisik.
Rasa hilang diri itulah yang coba saya lewati dengan jatuh
cinta lagi. Jatuh cinta lagi pada pilihan saya untuk menjadi ibu tipe diri saya
seperti sekarang. Jatuh cinta pada keputusan saya untuk berada di rumah tanpa
menjadi tumpul dan tak berguna. Dan yang terpenting, jatuh cinta pada setiap
kondisi anak-anak saya. Yang dengannya rasa cinta itu saya bisa menggambarkan
setiap sisi dari diri mereka yang harus saya fahami. Dengan rasa cinta yang
sama saya tidak kehilangan arah atas apa yang harus saya lakukan untuk mereka. Tanpa
saya merasa itu sebuah pengorbanan yang melukai kebebasan saya sebagai
individu.
Saya juga membiarkan diri jatuh cinta lagi pada pria yang
membawa saya ke dunianya. Mengetahui lagi setiap alasan saya memilihnya menjadi
rekan menjalani kehidupan. Agar saya tidak kehilangan diri saya yang telah
membuatnya jatuh cinta sebelumnya. Sehingga saat memandangi diri saya di
cermin, saya bisa melihat diri saya yang sama. Tidak tereduksi. Tidak memudar,
apalagi hilang.
Harus diakui itu bukan hal yang mudah. Tapi itu satu-satunya
cara yang saya tahu. Bahwa menjawab semua ‘mengapa’ dalam diri, membuat kita
bisa paham. Tidak tersesat. Meski sempat
sesaat hilang, selalu kembali ke the right main reason.
Seperti yang dikatakan suami saya saat melihat saya kembali
sibuk membaca jurnal hanya untuk menikmatinya. “Hi, I’m glad I find you, again.”
A soft kiss and I said, “ Hi again, you never really lost me, anyway.”
Komentar
Posting Komentar