Aroma Kopi Bapak




Saya mengenal nikmatnya minum kopi pertamakali dari bapak saya. Meski bukan tergolong penikmat kopi kelas berat, Bapak selalu menyempatkan diri menikmati kopi tiap pagi atau sore. 

Pagi di saat menjelang sarapan pagi terhidang, dan sore saat selesai membersihkan tubuh sepulang kerja. Setiap cangkirnya dinikmati dengan maksimal. 


Bapak termasuk orang yang rewel untuk yang namanya tata cara. Termasuk bagaimana menyeduh kopi yang baik dan benar, supaya aromanya kuat tercium. Takaran yang pas antara gula dan kopi, panas air yang diseduhkan , hingga jenis gelas yang digunakan.

Menurut bapak saya, takaran termudah untuk mendapatkan aroma dan rasa kopi hitam yang nikmat adalah satu sendok makan kopi untuk tiga sendok teh gula pasir. Masukkan dahulu kopinya, baru gula pasir di atasnya. Sehingga saat diseduh nanti butiran-butiran kopi hitam tersebut tertahan oleh gula pasir yang lebih berat. Konon, itu membuat pencampurannya lebih pas dan aroma yang dihasilkan lebih wangi ketika diaduk. Demi mendapatkan aroma yang nikmat pula, sebaiknya setelah kopi diaduk, gelas wadahnya ditutup untuk beberapa saat. Maka saat dibuka kemudian, kita akan mencium aroma kopi yang luar biasa. Setidaknya itu menurut teori Bapak.

Aroma memang memegang peranan penting dalam menikmati kopi. Bahkan, mungkin aroma lah yang paling dirindukan selain rasa kopinya itu sendiri. Sebelum saya bisa benar-benar menikmati rasa kopi bersama Bapak, saya terlebih dahulu sangat menyukai aromanya. Terkadang saya hanya duduk di samping Bapak sambil menghirup aroma kopinya. Aroma yang makin hilang seiring suhu air kopi yang makin dingin. Maka menurut Bapak, yang terbaik adalah menghabiskan kopi sebelum terlanjur dingin.

Setelah saya memasuki masa kuliah, akhirnya saya juga menikmati meminum kopi. Jadi saat Bapa minum kopi di sore hari, satu cangkir kopi milik saya ikut hadir. Kami bisa mengobrolkan apa saja. Mulai dari ramalan cuaca, hingga omelan Bapak soal timnas sepakbola Indonesia yang tidak pernah juara. Kami bisa berbincang lama, meski aroma kopi sudah tidak tercium lagi.

Kini saya sudah tidak bersama Bapak lagi. Sebagaimana anak lainnya, saya tidak bisa selamanya ada di samping Bapak. Tapi kopi tetap salah satu minuman kesukaan saya. Namun kadang saya merasa tidak pernah lagi menemukan kenikmatan kopi rumahan yang sama. Meski saya sudah menggunakan takaran yang tepat, jenis gelas yang benar, hingga panas air yang pas. Sesuai teori Bapak tentang menyeduh kopi. Tetap saja, aromanya terasa lain. Tidak sewangi dan senikmat dahulu bersama Bapak.Mungkin benar seperti kata orang, bukan masalah apa tapi dengan siapa.

Sore itu saat hujan gerimis enggan pergi seharian, saya membuat secangkir kopi. Sesuai petunjuk Bapak. Lengkap dengan tutup di atas gelas. Sebelum tutupnya saya buka, saya ambil telepon untuk menghubungi Bapak. Tak lama telepon di seberang sana diangkat. Suara Bapak terdengar jelas, mendahului saya untuk menanyakan kabar. Ah ternyata di sana pun sedang hujan pula. Bapak sedang ngopi, katanya. Saya tersenyum sendiri saat mengangkat tutup gelas kopi saya. Aroma kopi yang khas menyeruak .Saya menghirupnya dalam-dalam.

Dengan suara Bapak di seberang telepon bercerita tentang pohon mangga depan rumah yang sedang berbuah, aroma kopi itu sungguh menjadi sangat nikmat. Seperti dulu. Lewat aroma itu terbayang saya duduk di samping Bapak yang sudah menua, cukup dekat sehingga saya bisa merasakan hangat tubuhnya. Dan terkekeh geli dengan lelucon lama yang entah kenapa selalu lucu saat Bapak yang bercerita.

Aroma kopi dari gelas saya saat itu sudah hilang sama sekali, air kopinya pun hampir tak bersisa. Kami mengakhiri perbincangan di telepon. Bapak harus siap-siap pergi ke mesjid maghrib itu. Sebelum menutup telepon, Bapak bilang kalau pagi pun Bapak masih suka ngopi. Saya mengiyakan dan menutup telepon. 

Saya mencatat dalam hati untuk menelepon Bapak pagi esok. Meski Bapak tidak mengatakannya, mungkin Bapak pun telah kehilangan aroma kopinya yang dulu. Tidak sama lagi karena Bapak menikmatinya sendirian di beranda. Sama seperti saya.

#30DWC#30DWCjilid11#day19






Komentar